Ketika saya mulai mendalami zakat, saya menyadari bahwa banyak orang, termasuk saya sendiri waktu itu, sering mengira zakat hanya satu jenis saja. Padahal, zakat sebenarnya terbagi menjadi dua kategori utama: zakat fitrah dan zakat mal. Keduanya wajib ditunaikan, tetapi tujuan, waktu, dan cara penghitungannya berbeda. Saya ingat pertama kali mempelajari jenis-jenis zakat ini, dan sejak saat itu, pandangan saya tentang tanggung jawab sosial dan spiritual dalam Islam berubah total.
1. Zakat Fitrah
Mari kita mulai dengan zakat fitrah. Ini adalah zakat yang paling umum dikenal, dan biasanya ditunaikan di bulan Ramadan menjelang Idulfitri. Zakat fitrah wajib bagi setiap Muslim, tanpa terkecuali—baik bayi yang baru lahir, anak-anak, maupun orang dewasa. Zakat ini berbeda dari zakat harta karena ukurannya tidak berdasarkan jumlah kekayaan seseorang, melainkan dihitung berdasarkan jenis makanan pokok yang biasa dikonsumsi.
Dulu, saya berpikir zakat fitrah itu hanya sekadar kebiasaan yang dilakukan setiap tahun tanpa tahu maknanya. Namun, seiring waktu, saya belajar bahwa zakat fitrah memiliki tujuan yang sangat indah: menyucikan jiwa kita setelah berpuasa sebulan penuh, dan memastikan bahwa semua orang, termasuk mereka yang kurang mampu, bisa merayakan Idulfitri dengan layak. Besaran zakat fitrah biasanya setara dengan satu sha' (sekitar 2,5 kg hingga 3 kg) bahan makanan pokok, seperti beras, gandum, atau kurma. Saat ini, kita juga bisa menunaikan zakat fitrah dalam bentuk uang, yang nilainya sesuai dengan harga bahan pokok tersebut di daerah masing-masing.
Pernah suatu kali saya terlambat membayar zakat fitrah, dan rasanya ada yang kurang saat Idulfitri. Setelah itu, saya selalu ingat bahwa zakat fitrah sebaiknya ditunaikan sebelum salat Idulfitri, karena jika sudah lewat, zakat itu dihitung sebagai sedekah biasa, bukan lagi zakat fitrah.
2. Zakat Mal
Jenis zakat lainnya adalah zakat mal atau zakat harta. Nah, zakat ini adalah yang sering membuat orang bingung, karena tidak semua harta wajib dizakati, hanya yang telah mencapai nisab dan haul. Nisab adalah batas minimal harta yang membuat seseorang wajib membayar zakat, sedangkan haul adalah jangka waktu satu tahun di mana harta tersebut dimiliki. Besaran zakat mal umumnya adalah 2,5% dari total harta yang dimiliki setelah memenuhi syarat tadi.
Saya pribadi baru benar-benar mengerti zakat mal setelah mulai bekerja dan mengelola keuangan sendiri. Zakat mal ini meliputi beberapa jenis harta, seperti:
Zakat penghasilan atau pendapatan, yang dikenakan dari gaji atau penghasilan yang didapat dari pekerjaan.
Zakat emas dan perak, yang dikenakan bila kepemilikan emas atau perak seseorang melebihi nisab (85 gram emas atau 595 gram perak).
Zakat perdagangan, untuk mereka yang memiliki usaha dagang atau bisnis. Zakat ini dihitung dari modal usaha dan keuntungan.
Zakat hasil pertanian, dikenakan dari hasil panen bila mencapai nisab 653 kg.
Zakat ternak, yang dikenakan pada orang yang memelihara ternak dalam jumlah tertentu (misalnya sapi, kambing, atau unta).
Zakat investasi dan tabungan, di mana keuntungan atau simpanan yang mencapai nisab juga wajib dizakati.
Saya ingat waktu pertama kali menghitung zakat mal dari penghasilan tahunan saya. Ada perasaan lega setelah membayar, seolah-olah saya telah menunaikan tanggung jawab penting dalam hidup. Di sisi lain, saya juga sadar bahwa dengan membayar zakat, kita sebenarnya sedang membantu banyak orang yang mungkin tidak seberuntung kita dalam hal ekonomi.
3. Zakat Lainnya
Selain dua kategori utama di atas, ada beberapa jenis zakat lain yang juga bisa dipahami sebagai bagian dari zakat mal. Beberapa di antaranya adalah:
Zakat rikaz, yakni zakat yang dikenakan pada harta temuan, seperti barang berharga atau harta karun yang ditemukan. Besarannya adalah 20%.
Zakat tambang, yaitu zakat dari hasil pertambangan, seperti minyak, gas, atau bahan tambang lainnya.
Meskipun zakat rikaz dan tambang mungkin tidak sering kita dengar, penting untuk memahami bahwa setiap sumber kekayaan yang didapatkan secara sah dan telah memenuhi syarat nisab, wajib dizakati.
Pelajaran dari Zakat
Satu hal yang saya pelajari dari membayar zakat adalah bahwa kita tidak pernah rugi dengan memberi. Ada hadis yang mengatakan bahwa zakat tidak akan mengurangi harta, dan setelah beberapa tahun melakukannya, saya bisa membuktikan itu. Entah bagaimana, rezeki terasa lebih berkah, dan harta kita terasa cukup. Bahkan, saya merasa lebih tenang karena tahu bahwa sebagian dari apa yang saya miliki telah disalurkan kepada mereka yang membutuhkan.
Jadi, meskipun zakat mungkin terdengar seperti kewajiban finansial yang berat, sebenarnya ini adalah cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, membersihkan harta kita, dan membantu orang lain. Ada banyak jenis zakat, dan dengan memahaminya, kita bisa menunaikan kewajiban ini dengan lebih baik dan lebih bermanfaat bagi orang lain.